Pengikut

Kamis, 29 Januari 2015

MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA

Cirebon - Banyak kisah masjid agung di Indonesia yang konon dibangun dalam semalam. Namun Masjid Agung Sang Cipta Rasa di Cirebon, mungkin memang dibangun dalam semalam. Lihat saja langsung, siapa tahu Anda pun percaya.

Masjid Agung Sang Cipta Rasa letaknya bertetangga dengan Keraton Kasepuhan Cirebon. detikTravel menyambangi masjid ini, Senin (12/8/2013). Sejarah mencatat, masjid ini dibangun pada tahun 1489. Arsitekturnya mirip dengan Masjid Agung Demak. Maklum saja, Cirebon memang salah satu kota wali dan pusat penyebaran agama Islam.

Masjid Agung Kasepuhan, itulah nama lain masjid ini karena dekat dengan Keraton Kasepuhan. Sore itu yang berangin membuat suasana di masjid semakin nyaman. Masjid agung ini memiliki banyak keunikan. Masjid ini dibangun tanpa menara, beratap limas dan tanpa hiasan di ujungnya, entah itu bulan sabit atau hiasan atap khas Jawa yang disebut memolo. Konon, hiasan di atap Masjid Agung Kasepuhan berpindah ke atap Masjid Agung Banten.

Setelah masuk dari gerbang, wisatawan bisa melihat masjid ini memiliki bangunan utama dari bata dan berdinding merah, dengan perluasan teras ke segala sisinya. Atap di bagian pelataran dibuat cukup rendah seperti rumah Joglo. Ada tempat berwudhu tradisional berupa bak bulat dan kendi besar berisi air.

Fitur unik masjid ini adalah pintu masuk ke bangunan utamanya yang teramat kecil. Orang dewasa harus membungkuk masuk. Rupanya, pintu ini mengandung filosofi penghormatan (membungkuk-red) untuk masuk ke masjid yang menjadi rumah Allah.

Di dalam ruangan utama banyak tiang-tiang kayu yang ditopang dengan konstruksi besi modern sebagai upaya konservasi bangunan bersejarah. Di atas dinding bata, berjejerlah kaligrafi lukisan kaca dengan aneka ayat-ayat Al Quran. Lukisan kaca memang salah satu seni lukis khas Cirebon.

Mimbar salat Jumat berupa singgasana kayu yang antik. Tempat imam salat berupa batu putih dengan ornamen bunga teratai, dekorasinya seperti akulturasi dengan budaya Hindu. Pada saf pertama dan saf terakhir masing-masing memiliki sekat berdinding kayu berukuran 2x2 meter untuk tempat salat keluarga keraton.

Yang paling menakjubkan dari masjid ini adalah kisah pembangunannya yang hanya memakan waktu semalam. Semua warga Cirebon mengenal kisah ini dan tertuang pula dalam buku sejarah Babad Tanah Cirebon. Sunan Kalijaga yang menjadi arsiteknya memimpin pembangunan masjid sejak maghrib sampai subuh datang menjelang.

Mustahil? Tidak juga. Jika melihat sejarahnya, yang pertama dibangun adalah bangunan utamanya dengan tiang-tiang besar yang disetel dengan pasak, tanpa paku. Fitriani, seorang wisatawan yang berkunjung dengan keluarganya, termasuk yang percaya kalau ini adalah kejeniusan Sunan Kalijaga sehingga masjid ini selesai dalam semalam.

"Ini kan tiangnya disambung-sambung dengan pasak, kalau istilah sekarang ini namanya bangunan knock down. Dirakitnya kan cepat, mungkin saja memang dibangun dalam semalam," ujar dia.

Nah, salah satu tiang yang terkenal di masjid ini disebut Saka Tatal, di sudut selatan teras masjid yang asli. Bisa dibilang ini adalah ciri khas Sunan Kalijaga dalam membangun masjidnya. Dia menyambung potongan-potongan tiang (tatal-red) dan mengikatnya dengan lempeng besi menjadi satu tiang baru. Saka Tatal mengandung filosofi persatuan bangsa.

Satu lagi keunikan masjid ini adalah tradisi Adzan Pitu atau Adzan Tujuh pada Salat Jumat. Adzan Salat Jumat di masjid ini dilantunkan oleh tujuh orang sekaligus. Jangan lewatkan adzan keren ini, kalau Anda berwisata ke Masjid Agung Sang Cipta Rasa!


Masjid Agung Sang Cipta Rasa adalah masjid agung di kota Cirebon. Masjid tua bersejarah yang dibangun oleh para wali di masa Sunan Gunung Jati memerintah sebagai sultan pertama di Kesultanan Cirebon. Lokasi masjid ini persis di depan komplek Keraton Kasepuhan Cirebon, bersebelahan dengan Alun Alun Keraton Kasepuhan. Baik Masjid maupun Alun Alun-nya masih merupakan wilayah territorial Keraton Kasepuhan. Ada begitu banyak fakta menarik tentang masjid tua satu ini, berikut saya petikkan 10 diantaranya.

1. Masjid Pakungwati. Pada awalnya masjid Sang Cipta Rasa Cirebon disebut Masjid Pakungwati karena berada di dalam komplek Keraton Pakungwati (kini Keraton Kasepuhan). Pakungwati diambil dari nama Nyi Mas Pakungwati puteri tunggal Pangeran Cakrabuana (Raden Walang Sungsang) bin Raden Pamanah Rasa (Prabu Siliwangi / Sri Baduga Maharaja / Jaya Dewata). Nyi Mas Pakungwati adalah pewaris tunggal tahta Keraton Caruban Larang, oleh ayahandanya dinikahkan dengan sepupunya sendiri yang tak lain adalah Sunan Gunung Jati yang kemudian naik tahta sebagai Sultan Pertama Kesultanan Cirebon. Beberapa Sumber sejarah juga menyebut Nyi Mas Pakungwati sebagai penggagas pembangunan masjid ini yang kemudian diwujudkan oleh suaminya.

bangunan masjid Sang Cipta Rasa ini dikenali dari tembok pagar dan gerbang merahnya yang khas itu.
2. Dibangun oleh Para Wali. Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan salah satu masjid di pulau Jawa yang dibangun oleh para wali. Di dalam masjid ini di lokasi mihrabnya terdapat tiga buah batu tegel lantai khusus yang dulunya dipasang oleh masing masing Sunan Gunung Jati, Sunan Bonang dan Sunan Kalijaga. Tiga buah tegel tersebut masing masing menyimbolkan Iman, Islam dan Ikhsan, simbolisasi yang sama dengan tiga susun atap-nya.

3. Dirancang Arsitek Majapahit. Adalah Raden Sepat yang di utus Raden Fatah Sultan Demak untuk turut membantu pembangunan Masjid Agung Sang Cipta Rasa. Raden Sepat adalah seorang mantan Panglima Pasukan Majapahit yang memimpin pasukannya menyerbu Demak pada saat Demak baru berdiri sebagai Kerajaan Islam pertama di Tanah Jawa. Penyerbuan yang berahir dengan kekalahan. Raden Sepat tak pernah kembali ke Majapahit bersama sisa pasukannya beliau mengikrarkan diri masuk Islam dan bergabung dengan kesultanan Demak.

Ada aroma Majapahit di mihrab masjid sang Cipta Rasa.
4. Masjid Sembilan pintu. Bangunan utama (asli) Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki Sembilan Pintu menyimbolkan Sembilan Wali (Wali Songo) yang turut berkontribusi aktif dalam proses pembangunannya. Pintu utama nya berada di sisi timur sejajar dengan mihrab, namun pintu utama ini nyaris tak pernah dibuka kecuali pada saat sholat Jum’at, sholat hari raya dan peringatan hari hari besar Islam. Delapan pintu lainnya ditempatkan di sisi kanan dan kiri.  Delapan pintu tersebut berukuran sangat kecil dibandingkan ukuran normal sebuah pintu, memaksa orang dewasa untuk menunduk saat akan masuk ke dalam masjid, meyimbolkan penghormatan dan merendahkan diri dan hati manakala memasuki masjid.

5. Dua belas sokoguru. Masjid Agung Sang Cipta Rasa memiliki sokoguru tidak hanya empat tapi dua belas. Semua tiang tersebut terbuat dari kayu jati dengan diameter sekitar 60cm dan tinggi mencapai 14 meter. Mengingat usianya yang sudah sangat tua, seluruh sokoguru di dalam masjid ini sudah ditopang dengan rangkaian besi baja untuk mengurangi beban dari masing masing pilar tersebut, hanya saja kehadiran besi besi baja tersebut sedikit mengurangi estetika.

Soko guru Masjid Sang Cipta Rasa dengan empat kolom besi baja penopang di masing masing sokoguru.
6. Zamzam nya Cirebon. Di beranda samping kanan (utara) masjid, terdapat sumur zam-zam atau Banyu Cis Sang Cipta Rasa yang ramai dikunjungi orang, terutama pada bulan Ramadhan. Selain diyakini berkhasiat untuk mengobati berbagai penyakit, sumur yang terdiri dari dua kolam ini juga dapat digunakan untuk menguji kejujuran seseorang.

7. Dua Maksurah dan dua Mimbar. Layaknya sebuah masjid kerajaan, di masjid Agung Sang Cipta Rasa ini juga disediakan tempat sholat khusus bagi keluarga kerajaan atau Maksurah berupa area yang dipagar dengan pagar kayu berukir. Ada dua Maksurah di dalam masjid ini. satu maksurah di shaf paling depan sebelah kanan mihrab dan mimbar diperuntukkan bagi Sultan dan Keluarga keraton Kasepuhan. Serta satu Maksurah di shaf paling belakang disamping kiri pintu utama diperuntukkan bagi Sultan dan keluarga keraton Kanoman.

dua Maksurah di masjid Agung Sang Cipta Rasa
Selain dua maksurah, ada dua mimbar di dalam masjid ini yang bentuk dan ukurannya sama persis. Mimbar yang kini dipakai merupakan mimbar pengganti, disebelah kanan mimbar ini terdapat maksurah dan disebelah kanan maksurah mimbar lamanya ditempatkan.

8. Dibangun sebagai pasangan Masjid Agung Demak. Konon, Masjid Agung Sang Cipta Rasa dibangun sebagai pasangan dari Masjid agung Demak. Pada saat pembangunan Masjid Agung Demak, Sunan Gunung Jati meminta izin untuk membangun pasangannya di Cirebon. Bila Masjid Agung Demak dibangun dalam watak arsitektur Maskulin, maka masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dibangun dalam watak Arsitektur Feminim.

Azan Pitu di Masjid Agung Sang Cipta Rasa
9. Tujuh Muazin Azan Bersamaan. Hanya ada di masjid ini tujuh orang muazin mengumandangkan azan secara bersamaan dan dikenal sebagai azan pitu. Konon, pada zaman dahulunya menjelang sholat subuh masjid ini diganggu olehAji Menjangan Wulung yang datang menebarkan petaka, beberapa muazin yang mencoba mengumandangkan azan tewas dihajar oleh-nya. Untuk mengusir Aji Menjangan WulungSunan memerintahkan tujuh orang muazin mengumandangkan azan secara bersamaan. Hingga kini azan pitu tetap dilaksanakan di masjid ini sebagai azan menjelang sholat Jum’at oleh tujuh muazin sekaligus dalam pakaian serba putih.

10. Tak tersentuh bom. Berdasarkan kisah tutur dari orang orang tua, dimasa penjajahan berulang kali pasukan Belanda dengan sengaja menarget masjid ini dengan bom, namun tak pernah berhasil, bom bom tersebut justru menghantam obyek yang lain. Di bulan Februari 2010 lalu, Masjid ini kembali menjadi target usaha pengeboman oleh pihak yang tak bertanggung jawab. Ust. Rahmad salah satu pengurus masjid menemukan bungkusan bom rakitan tersebut di dalam masjid sehari setelah puncak perayaan maulid Nabi, dan syukur Alhamdulilah bom rakitan tersebut tidak meledak meski ada indikasi bahwa pemicunya sudah dinyalakan.***


Masjid Agung Sang Cipta Rasa secara administrative terletak di Kelurahan Kasepuhan, Kecamatan Lemah Wungkuk, Kotamadya Cirebon, Propinsi Jawa Barat. Masjid ini di bangun di sebelah barat alun-alun Kota Cirebon
Masjid Agung Sang Cipta Rasa (dikenal juga sebagai Masjid Agung Kasepuhan atau Masjid Agung Cirebon) merupakan masjid tua di kompleks Keraton Kasepuhan, Cirebon, Jawa Barat, Indonesia. masjid ini adalah masjid tertua di Cirebon,sekaligus sebagai salah satu masjid tertua di tanah Jawa dan Indonesia. Nama masjid ini diambil dari kata "sang" yang bermakna keagungan, "cipta" yang berarti dibangun, dan "rasa" yang berarti digunakan.
Masjid Agung Cirebon didirikan pada tahun 1498 M oleh para Walisongo atas prakarsa Sunan Gunung Jati dan pembangunannya dipimpin oleh Sunan Kalijaga dengan seorang arsitek bernama Raden Sepat (dari Majapahit dengan 200 orang pembantunya dari Demak). Mesjid ini dinamai Sang Cipta Rasa karena merupakan pengejawantahan dari rasa dan kepercayaan. Penduduk pada masa itu menyebutnya dengan Masjid Pakungwati karena dulu masjid ini terletak dalam kompleks Keraton Pakungwati dan sekarang dalam kompleks Keraton Kasepuhan. Konon pembangunan masjid ini dibuat hanya dalam waktu satu malam dan besok pada waktu subuh telah dipegunakan untuk shalat subuh.
Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon ini sempat mengalami kebarakaran hebat pada masa Awal bedirinya bangunan masjid ini. Disebutkan bahwa masjid ini pernah mengalami kebakaran hebat yang pada bagian atapnya yang masih menggunakan daun rumbia sebagai akibat terror dari pendekar Menjangan Wulung yang memiliki kesaktian ilmu hitam. Kisah ini terkait dengan sejarah awal dikumandangkannya Azan Pitu (azan tujuh) di Masjid ini.
Beberapa meter dari pintu gerbang utara masjid, menghadap ke arah pintu gerbang tersebut, kini berdiri sebuah prasasti peringatan tentang renovasi yang dilakukan oleh pemerintah Republik Indonesia terhadap masjid ini dan diresmikan pada tanggal 23 Februari tahun 1978
Dalam catatan sejarah disebutkan bahwa pada tahun 1549, Ratu Dewi Pakungwati binti Pangeran Cakrabuana yang merupakan istri pertama Sunan Gunung Jati, wafat di Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon dalam usia yang sangat tua setelah turut serta berjibaku memadamkan kebakaran yang melanda Masjid Agung ini. Apakah kedua rentetan peristiwa tersebut merupakan peristiwa yang terjadi dalam waktu yang sama ? wallohua’lam. Paska kebararan yang mengakibatkan kerusakan pastinya dilakukan perbaikan atas bagian bagian yang rusak, meski tak ada catatan pasti tentang proses perbaikan tersebut.
Masjid Agung Cirebon melambangkan sifat gotong royong, hal ini terlihat pada suatu tiang yang terdiri dari potongan kayu (tatal) dan diikat satu dengan lainnya. Keistimewaan lain mesjid ini yaitu masjid ini mempunyai dua buah maksurah.
 
Masjid Agung Cirebon pada tahun 1920-1933 (foto Wikipedia via bujangmasjid)
Masjid Agung Cirebon telah beberapa kali mengalami pemugaran, antara lain :
  1. Tahun 1934, pemerintah Hindia Belanda melakukan perbaikan masjid secara keseluruhan dipimpin oleh Ir. Krijgsman;
  2. Tahun 1960, P.S Sulandraningrat, Habib Syekh, dan R. Amarputra memperbaiki atap dan talang;
  3. Tahun 1972-1974 diadakan perbaikan serambi depan oleh Pemerintah Daerah Cirebon;
  4. Tahun 1975-1976 dilaksanakan pemugaran oleh Proyek Sasana budaya Jakarta mencakup bangunan inti;
  5. Tahun 1976/1977 – 1977/1978 dipugar oleh Proyek Sasana Budaya meliputi tiang sokoguru, tempat wudlu, WC, bangunan tengah, samping kiri-kanan, serta penggantian sirap dari kayu jati. Purnapugar Masjid Agung Cirebon silaksanakan pada tanggal 23 februari 1978.
 
Prasati Pemugaran Masjid Agung Cirebon oleh Pemerintah RI

Deskripsi Bangunan
Halaman Masjid Agung Cirebon ini dikelilingi oleh pagar tembok berhias pada tubuh dan puncaknya. Pada tubuh tembok terdapat hiasan belah ketupat dan segi empat yang dikelilingi tonjolan bata berbentuk segi enam dengan motif bingkai cermin. Puncak tembok terdapat pelipit rata dari susunan bata yang pada bagian atas dan bawah berukuran kecil sedangnkan tengah-tengahnya berukuran lebar. Tinggi susunan pelipit ini yaitu 70 cm dan pada bagian atasnya terdapat 20 buah lampu.
Pada halaman tersebut terdapat enam buah pintu. Pada sisi timur terdapat tiga buah pintu, utara satu buah pintu dan barat dua buah pintu. Pintu-pintu tersebut berbentuk seperti gapurapaduraksa. Pintu gerbang utama di sebelah timur dihias dengan tiga tingkat sayap di puncaknya. Dalam sayap tersebut terdapat hiasan lengkungan dan di tengahnya ada hiasan candi laras. Gapura bagian atas berbentuk setengah lingkaran dengan tulisan Arab. Di kanan kiri lengkungannya terdapat hiasan candi laras. Gapura tersebut mempunyai dua  buah daun pintu dengan hiasan candi laras di bawahnya hiasan belah ketupat. Gapura yang lain berbentuk persegi panjang dengan lengkung. Tepat di tengah lengkungan terdapat bentuk belah ketupat, terdiri atas dua daun pintu berhiaskan motif bingkia cermin daqn di dalamnya terdapat hiasan candi laras dan bagian bawahnya belah ketupat.
Gerbang Paduraksa atau Padureksa (foto via bujangmasjid)
  • Ruang Tamu
Ruang utama mempunyai pondasi yang tingginya ± 10 cm dari lantai serambi dengan ukuran 17,80 x 13,30 m. Lantai ruangan berupa ubin terakota berwarna merah. Ruangan ini dikelilingi dinding setinggi 3 m namun tidak sampai ke atap dan fungsinya sebagai pembatas ruang utama dengan serambi. Pada dinding-dindingnya terdapat Sembilan buah pintu dan 44 lubang angin. Kesembilan pintu tersebut melambangkan Sembilan wali (wali songo) yang ada di Jawa.
Pintu masuk ruang utama disebut narpati  yang terletak di dinding timur berukuran tinggi 240 cm dan lebar 124 cm. Pintu terdiri dari dua daun pintu dengan hiasan bunga bakung , salur-salur, dan bingkai cermin. Di kanan dan kiri pintu terdapat pilaster berhias motif teratai dan sulur pada bagian atas dan bawah. DI sudut-sudut pilaster tersebut terdapat pelipit rata dengan hiasan tumpal.
Pada dinding barat bagian tengah terdapat tonjolan berbentuk bulat sebagai tempat mihrab. Di kiri dan kanan mihrab terdapat masingmasing delapan buah lubang angin berbentuk belah ketupat dan terdiri dari dua baris. Dinding utara dan selatan mempunyai masing-masing empat buah pintu dari kayu dengan dua daun pintu. Pintu yang berada dekat dinding barat dan timur berukuran tinggi 168 cm dan lebar 68 cm, sedangkan yang di tengah tingginya 122 cm dan lebar 53 cm. Pada dinding terdapat masing-masing 14 lubang angin berbentuk belah ketupat dan terdiri dari dua baris. Dinding bagian dalam mempunyai hiasan tegel porselin yang ditempelkan di dinding, sedangkan bagian luarnya hanya di atas pntu-pintu tengah terdapat hiasan bermotif geometris dengan bentuk tumpal bergerigi. Dalam ruang utama terdapat tiang, mihrab, dan maksurah.
 
Interior Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon. (foto via bujangmasjid)
  •  Tiang
Ruang utama masjid mempunyai 30 buah tiang berbentuk bulat dengan diameter 40 cm dan berdiri di atas tumpak. Tiang dari kayu jati berderet dari timur ke barat. Tiang ini terdiri dari 12 tiang utama dan 18 tiang berada di dekat dinding. Tiang utama yang berjumlah 12 buah tidak lagi berfungsi sebagai penyangga atap, tetapi sebagai hiasan saja, karena telah rapuh dan telah diganti /diperkuat dengan tiang besi npada pemugaran yang dilaksanakan tahun 1977/1978
 
Balok balok penghubung antara satu tiang dengan tiang lainnya
  • MIhrab
Pada dinding barat terdapat bagian yang menonjol yang disebut mihrab dengan ukuran 244 x 140 x 250 cm. Dinding mihrab bagian utara dan selatan tegak lurus, sedangkan dinding barat berbentuk setengah lingkaran. Bagian depan mihrab terdapat tiga buah ubin dan tahah. Di kanan kirinya terdapat tiang berbentuk bulat dengan hiasan kuncup teratai di atasnya. Bagian tengah tiang diukirkan hiasan meander sedangkan bagian bawah terdapat umpak. Atap mihrab berbentuk lengkungan dan di tengah lengkungan terdapat motif bunga matahari dengan hiasan lidah api di kanan kirinya dan sulus-sulur.
Mihrab diMasjid Agung Cirebon (foto via bujangmasjid)
  • Mimbar
Mimbar yang diberi nama Sang Ranggakosa  ini terletak di utara mihrab dan tidak menempel ada dinding. Bentuknya seperti kursi berukuran 122 x 66 x 230 cm dengan tiga anak tangga dan tangan kursi menyatu dengan tiang mimbar. Pada sandaran tangga naik terdapat hiasan bunga teratai dan salur-salur. Bagian atas sandaran mimbar dihiasi salur salur yang melengkung, sedangkan bagian tangan berbentuk lengkungan yang dihiasi salur-saluran dan bunga-bungaan. Pada bagian tiang diukir motif bunga dan rantai beselang-selang. Hiasan yang terdapat pada tiang dan samping mimbar yaitu hiasan sulur-sulur, bunga, rantai, meander dan bingkai cermin.
Mimbar di Masjid Agung Cirebon

  • Maksurah
Masjid Agung Cirebon mempunyai dua maksurah dengan bentuk persegi berukuran 325 x 250 cm. MAksurah merupakan pagar berbentuk kayu yang dugunakan untuk tempat shalat para sultan Kasepuhan dan Kanoman. Maksurah sultan Kasepuhan letaknya di kiri mimbar dengan pintu masuk pada sisi barat, sedangkan maksurah sultan Kanoman berada di selatan dan pintu masuknya di bagian timur.
Maksurah di dalam Masjid Agung Cirebon (foto via bujangmasjid)
  •  Serambi
Serambi Masjid Agung Cirebon ada dua bagian, yaiotu serambi dalam yang berada di sekeliling bangunan ruang utama dan serambi luar yang berada di sekeliling serambi dalam. Serambi yang terletak di sekeliling bangunan ruang utama merupakan bangunan terbuka dan atapnya bersatu dengan bangunan ruang utama. Serambi dalam terdapat empat bagian, yaitu serambi selatan, serambi timur, serambi utara dan serambi barat.
  1. Serambi selatan
Serambi Selatan letaknya berada di sisi selatan ruang utama dana dinamakan serambi Prabayaksa. Serambi ini mempunyai 14 tiang bulat dan 13 tiang persegi. Tiang bulat terdiri dari dua baris. Baris pertama tingginya 7 m menyangga atap kedua dan baris ke dua tingginya 3 m
1. Serambi Timur
Serambi Timur ini berukuran 33 x 6,5 m dan dinamakan serambi Pamandangan. Di depan pintu masuk terdapat lubang persegi dengan ukuran 5,60 x 2,60 x 0,40 m yang diperkirakan sebagai tempat mencuci kaki. Di dalam serambi terdapat 30 tiang kayu, terdiri dari tiga baris. Baris pertama dan kedua berbentuk bulat polos dan berdiri di atas umpak.  Salah satu dari tiang baris pertama diberi nama soko tatal dan terletak di tenggara
2. Serambi utara
Serambi utara berukuran 29 x 6,40 m, tiang dan atapnya sama dengan serambi sisi selatan. Pada serambi ini terdapat sebilaj rotan yang berfungsi sebagai penjemur baju Sultan Kalijaga.
3. Serambi barat
Serambi sisi barat diberi pagar pada bagian utara dan selatan. Ukuran serambi ini 33 x 7 m dengan 30 tiang dalam tiga baris, berbentuk persegi dan bulat. Dalam serambi terdapat sebuah bedug dengan panjang 1 m dan garis tengah 0,80 m. Bedug tersebut diberi nama Sang Guru Mangir atau Kyai Buyut Tesbur Putih dan digantung pada sebuah balok yang melintang di antara dua pengeret.
  • Serambi Luar

1. Serambi timur
Serambi ini terletak di sebelah timur bangunan utama yang terdiri dari dua serambi, masing-masing berukuran 31 x 15 m dan 31 x 11 m dengan denah persegi panjang. Serambi pertama terdiri atas 46 tiang yang berdiri pada umpak. Tiang utama berjumlah delapan buah terletak dalam dua baris tanpa hiasan. Serambi kedua berjumlah 38 buah tiang dengan delapan tiang utama dalam dua baris.
2. Serambi Selatan dan Utara
Serambi selatan berfungsi sebagai tempat shalat kaum wanita. Serambi ini bisa disebut sebagai pawestren. Tiang serambi ini ada 44 buah dan terbagi atas lima jalur berdiri di atas umpak putih polos berukuran 28 x 28 x 25 cm. Bagian bawah tiang berbentuk segi delapan. Pada keempat sisi umpak terdapat hiasan tumpal. Atap serambi berbentuk limasan dari bahan sirap.  Serambi utara berdampingan dengan serambi Pemandangan, berbentuk persegi panjang berukuran 17,00 x 7,00 m. Tiang yang terdapat di serambi berjumlah 32 buah terdiri dari lima jalur. Tiang yang paling selatan merupakan tiang yang berfungsi sebagai penghubung antar atap.

Bangunan Lain
  • Tempat Wudhu
Pada masjid Agung Cirebon terdapat empat tempat wudhu, sebuah tidak dilengkapi kamar mandi. Bak airnya berbentuk persegi panjang berukuran 5,00 x 1,30 x 0,60 m terletak di sebelah utara serambi utara yang sumber airnya berasal dari sumur. Di sekitar sumur terdapat bekas bangunan. Tempat wudhi yang dilengkapi kamar mandi terdapat di sebelah selatan, barat daya, dan timur laut. Atap bangunan berbentuk tajug yang disangga oleh tiang, tetapi yang terletak di barat daya beratap sirap bentuk limasan. Atap bangunan tersebut disangga oleh tiang.
  • Istiwa
Istiwa adalah alat penunjuk waktu dengan memakai sinar matahari. Bentuknya bundar dengan tonggak besi permukaannya. Letaknya di halaman utara, sebelah barat sumur dan berdiri di atas dua buah alas persegi. Alas bawah berukuran 60 x 60 x 7 cm sedangkan yang di atas 53 x 53 x 30 cm
  • Pelayonan
Di bagian barat kamar mandi didirikan bangunan yang dinamakan pelayonan. Pelayonan berfungsi sebagai tempat memandikan jenazah. Bangunan mempunyai dinding pembatas. Dinding juga berfungsi sebagai penyangga atap. Unyuk membaringkan jenazah dibuatkan semacam balai terbuat dari bata disemen dan disebelahnya terdapat bak air. Atapnya menyatu dengan atap kamar mandi dan berbentuk limasan.
Sumur Banyu Cis, Sumur yang digunakan pada Masjid Agung Cirebon (foto via bujangmasjid)
  • Makam
Pada halaman masjid di sudut barat daya terdapat 21 buah makam. Makam hanya merupakan gundukan tanah yang diberi susunan bata dengan nisan polos dari batu. Salah seorang yang dimakamkan di komleks ini adalah K.H Shofa Ibrahim, salah seorang penghulu dalam peradilan agama. Pada serambi ini dikelilingi oleh bangunan inti sebelah luar yang terdapat sebuah makam Ki Gede Alang-alang Danusela (Kuwu Lemah Wungkuk I). Makam diberi cungkup berukuran 7 x 3,5 m dan atapnya menempel dengan serambi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar