Pengikut

Kamis, 29 Januari 2015

SEJARAH DESA KEDUNGSANA PLUMBON

Dahulu kala disebuah kampung ada sepasang suami istri yang hidup bahagia aman dan damai, sepasang suami istri tersebut sangat rajin dan tekun bekerja, yang laki-laki bernama Ki Kedung dan istrinya bernama Nyi Sana.
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya Ki Kedung dan Nyi Sana bercocok tanam. Disamping menanam padi juga menanam palawija seperti timun dan terong. Akhirnya smapai sekarang banyak orang-orang kedungsana yang menanam palawija seperti : timun, terong, dan kacang panjang serta palawija lainya pun ditanam pula. Maka jelaslah bahwa penduduk Desa Kedungsana sebagian besar penghidupanya sebagai petani dan buruh tani.
Tempat tinggal Ki Kedung dan Nyi Sana dilalui oleh sebuah sungai yang membujur keutara. Sungai tersebut bernama “SOKA” yang mata airnya dari Gunung Ciremai dan bermuara di Bondet. Sungai soka membagi Desa Kedungsana menjadi dua, Blok Timur dan Blok Barat dan sampai di ZBlok Soka sungai membelok kearah Timur Laut dan membagi Soka Utara dan Soka Selatan.
Sekitar tahun 1450M, Ki Kedung dan Nyi sana mulai kenal dengan Ki Kuwu Cirebon. Pada waktu itu Ki Kuwu Cirebon dengan perahunya singgah ditempat kediaman Ki Kedung dan Nyi Sana sambil menyebarkan agama islam, hubungan mereka sangat dekat dan semakin erat sehingga Ki Kedung dan Nyi Sana sering berkunjung kerumah Ki Kuwu Cirebon.
Seandainya Ki Kedung dan Nyi Sana lama tidak berkunjung ke sana, maka Ki Kuwu mengajak istrinya untuk bermain kerumah ketempat Ki Kedung dan Nyi Sana dengan menyebut “KEDUNGSANA” sejak itulah desa itu dinamai Kedungsana.
Ki Kedung mendapat tugas untuk menjaga hutan yang ada di Kedungsana yang akhirnya tempat itu dinamai “JAGAWANA”. Ketika itu wilayah Cirebon merupakan bawahan Mataram untuk menjaga “NAGARUNTING” karena Ki Kedung sudah tua maka tugas itu dibebankan kepada anaknya yang bernama KI JENGGOT.
Disamping sebagai petani Ki Kedung juga memelihara kerbau yang biasa digunakan untuk membajak sawah. Suatu hari pada waktu memandikan kerbaunya di musim penghujan, waktu itu kebetulan sungainya sedang banjir, Ki Kedung memperoleh sepotong bamboo yang hanyut disungai tersebut.
Bambu itu dibawa pulang dan dibakar dengan rumput pada tempat perapian, anehnya bamboo itu dapat berpindah tempat. Setelah beberapa hari tetap dapat berpindah tempat, akhirnya bamboo dibelah dan didalamnya terdapat sebilah keris.
Ki Jenggot mewakili Ki Kedung untuk berangkat ke Mataram dengan dibekali keris kober. Pada waktu itu raja Mataram bernama Senopati Nalaga Panatagama Ing Tana Jawa anak Ki Ageng Pamanahan. Kebanyakan kuwu-kuwu yang mendapat tugas di Mataram tinggal namanya saja. Kalau malam piket esok harinya meninggal Dunia.
Setelah sampai di Mataram Ki Jenggot disuruh menjaga benda-benda jimat diantaranya keris nagarunting. Ceritanya pada waktu tengah malam dari dalam karam keluar seekor ular besar kemudian keris kober keluar sendiri dari sarungnya langsung menghadapi ular tersebut. Ular tersebut berubah menjadi keris kembali. Akhirnya keris dengan keris bertanding dan keris nagarunting ujungnya patah yang berarti mataram kalah, kemudian Ki Jenggot diserang oleh setan-setan Mataram.
Ki Jenggot menghadapinya dengan tenang satu persatu, setan dapat terkalahkan. Bahkan ada satu setan yang namanya Ki Muntili mau dibanting namun setan itu meminta ampun dan mau jadei pembantu dan menurut sesuai dengan perintah Ki Jenggot.
Keesokan harinya Ki Jenggot pulang di gendong, sampai tanah leri (Semarang) disitu tanah yang terinjak ada yang bersuara bung. Karena itu digali dan didalamnya terdapat Gamelan (balabandung) dan setiap hari raya gamelan itu dimandikan (dicuci) dan ditabuh. Tapi sekarang gamelan itu tidak ada yang menyewa dan pada hari raya dimandikan saja. Gamelan itu selalu beradea dirumah kuwu.
Dirumah Ki Jenggot, Ki Muntuli ditempatkan pada kandang kerbau dan mendapat tugas untuk memandikan kerbau-kerbau itu. Sayangnya Ki Muntili suka mengganggu orang-orang yang sedang mandi dan sering memindahkan air ketempat lain.
Akhirnya Ki Muntili mendapat tugas Baru yaitu membajak sawah, makanya di Kedungsana dulu tersiar kabar ada bajak yang berjalan sendiri. Ki Muntili mau membajak sawah kalau ada hujan, banyak Guntur dan kilat supaya dijemput. Tetapi sewaktu membajak di Tiroke Ki Muntili kehujanan dan Ki Jenggot lupa menjemoutnya. Ki Muntili tersambar petir tapi hanya kerbaunya saja yang mati dan dikubur disitu, kemudian Ki Muntili pilang dan tempat tinggalnya pindah pada gamelan.
Pengganti mKi Jenggot adalah Ki Eter, Waktu Desa masih di Timur Sungai (Blok Jamar Jati). Pada waktu itu Kedungsana mendapatkan cobaan, ada seorang pengemis minta beras sekocel (sekitar 2,5 kg) dan seekor ayam putih. Permintaan pengemis tidak dikabulkan, selang beberapa hari timbul angin kencang. Angin kencang tersebut mengakibatkan serambi masjid yang ada dibagian depan terpelanting ke Limbangan.
Dan asal mula nama Soka diambil dari nama seorang pengeran Soka / Syekh Magelung dari Kembang Soka yang ada ditempat itu. Pada waktu itu Syekh Magelung mengejar Nyi Mas Gandasari, Nyi Mas Gandasari, Nyi Mas Gandasri bersembunyi di Kedungsana Soka dan Kedung itu dinamai Kedung Kali Meneng.
Maka setelah Nyi Mas Gandasari lari ke utara bersembunyi pada Kembang Soka, Syekh Magelung menyamar sebagai kumbang, akhirnya tempat itu dinamai Soka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar